Kamis, 05 Januari 2012

APLIKASI MASLOW’S HIERARCHY OF NEEDS DALAM DUNIA PENDIDIKAN

A.   PENDAHULUAN
Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psikologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Hal ini berarti bahwa potensi manusia menjadi titik pokok yang ditekankan dalam suatu proses pendidikan. Dengan kata lain psikologi humanistic menekankan  seperti apa yang pernah dikatakan oleh Driyakara bahwa pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia.
Schunk (2009) mengatakan bahwa,  teori humanistik diterapkan sebagian besar kaum  konstruktivis dan lebih menekankan proses kognitif dan afektif. Teori humanistik menangani kemampuan masyarakat dan  potensi saat mereka membuat pilihan dan mencari kontrol atas kehidupan mereka sendiri. Teori humanistik tidak menjelaskan perilaku dalam hal menguatkan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan.
Hal inilah yang membedakan aliran humanistik dan behaviourisme, dimana aliran ini menerapkan proses pendidikan berdasarkan pada tanggapan terhadap rangsangan lingkungan sehingga dalam konteks pendidikan, prosesnya ditekankan pada apa yang diinginkan oleh pendidik bukan kesadaran penuh peserta didik.
Untuk itulah maka aliran Psikologi Humanistik selalu mendorong peningkatan kualitas diri manusia melalui penghargaannya terhadap potensi-potensi positif yang ada pada setiap insan. Seiring dengan perubahan dan tuntutan zaman, proses pendidikan pun senantiasa berubah.
Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik ia adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli psikologi  humanistik yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan psikoanalis.  Psikologi humanistik juga memberikan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan humanistik.
Aliran humanistik muncul pada tahun 1940-an sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap pendekatan psikoanalisa dan behavioristik. Sebagai sebuah aliran dalam psikologi, aliran ini boleh dikatakan  relatif  masih muda, bahkan beberapa ahlinya masih hidup dan terus-menerus mengeluarkan konsep yang relevan dengan bidang  pengkajian psikologi, yang sangat menekankan pentingnya
kesadaran, aktualisasi diri, dan hal-hal yang bersifat positif tentang  manusia.  Salah satu tokoh terpenting dari aliran ini adalah Abraham Maslow.
Dalam makalah ini akan hanya dijelaskan salah satu teori  penting dalam aliran humanistik yaitu teori Tingkat Kebutuhan yang relevan dengan psikologi pendidikan, dan diakhiri dengan aplikasi teori ini dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran.
B.   HIERARKI KEBUTUHAN MASLOW
Abraham H. Maslow (selanjutnya ditulis Maslow) adalah tokoh yang menonjol dalam psikologi humanistik. Karyanya di bidang pemenuhan kebutuhan berpengaruh sekali terhadap upaya memahami motivasi manusia. Sebagian dari teorinya yang penting didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan positif untuk tumbuh dan kekuatan-kekuatan yang melawan atau menghalangi pertumbuhan (Rumini, dkk. 1993).
Maslow (1968-1970) percaya bahwa tindakan manusia seutuhnya diarahkan menuju pencapaian suatu tujuan. Perilaku manusia dapat berfungsi  secara bersamaan, misalnya, menghadiri pesta bisa memenuhi kebutuhan untuk harga diri dan interaksi sosial. Maslow merasa bahwa teori-teori pengkondisian tidak menangkap kompleksitas perilaku manusia. Untuk menyatakan bahwa seseorang bersosialisasi di pesta salah satu karena sebelumnya telah menguatkan untuk melakukannya, gagal untuk memperhitungkan peran saat sosialisasi untuk orang tersebut. (Schunk,2009)
Maslow berpendapat, bahwa manusia memiliki hierarki  kebutuhan yang dimulai dari kebutuhan jasmaniah-yang paling asasi- sampai dengan kebutuhan tertinggi yakni kebutuhan estetis.  Kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum, tidur dan sex menuntut  sekali untuk dipuaskan. Apabila kebutuhan ini terpuaskan, maka muncullah kebutuhan keamanan seperti kebutuhan kesehatan dan kebutuhan terhindar dari bahaya dan bencana. Berikutnya adalah kebutuhan untuk memiliki dan cinta kasih, seperti dorongan untuk memiliki kawan dan berkeluarga, kebutuhan untuk menjadi anggota  kelompok, dan sebagainya. Ketidakmampuan  memenuhi kebutuhan  ini dapat mendorong seseorang berbuat lain untuk memperoleh pengakuan dan perhatian, misalnya dia menggunakan prestasi  sebagai pengganti cinta kasih. Berikutnya adalah kebutuhan harga  diri, yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati, dan dipercaya oleh  orang lain.
Apabila seseorang telah dapat memenuhi semua kebutuhan yang tingkatannya lebih rendah tadi, maka motivasi lalu diarahkan kepada terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan tertentu. Bagaimana cara aktualisasi diri ini tampil, tidaklah sama pada setiap orang. Sesudah kebutuhan ini, muncul kebutuhan untuk tahu dan mengerti, yakni dorongan untuk mencari tahu, memperoleh ilmu dan pemahaman.  Sesudahnya, Maslow berpendapat adanya kebutuhan estetis, yakni dorongan keindahan, dalam arti kebutuhan akan keteraturan, kesimetrisan dan kelengkapan.
Hirarki Kebutuhan Maslow (sering digambarkan sebagai sebuah piramida dengan lima tingkat kebutuhan) adalah teori motivasi dalam psikologi yang berpendapat bahwa sementara orang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, mereka berusaha untuk memenuhi kebutuhan berturut-turut yang lebih tinggi dalam bentuk hirarki.

Yang paling penting dilakukan  manusia adalah  berusaha untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut bersifat hirarki/bertingkat. Kebutuhan yang lebih rendah harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan yang lebih tinggi yang dapat mempengaruhi perilaku (Schunk,2009)
Kebutuhan Phisiological (Physiological Needs), merupakan kebutuhan pada tingkat yang paling dasar, seperti air,  makanan, dan udara. Kebutuhan ini harus  terpuaskan bagi setiap orang jika tidak maka orang akan terus berusaha untuk memenuhinya (Schunk,2009)
Kebutuhan keamanan, yang melibatkan rasa aman di lingkungannya, biasanya dalam keadaan darurat.  Orang  berupaya menghindar atau melarikan diri  dan  akan meninggalkan harta berharga untuk menyelamatkan hidup mereka. Kebutuhan keamanan juga diwujudkan dalam kegiatan seperti menyimpan uang, mengamankan pekerjaan, dan mengambil polis asuransi (Schunk,2009)
Setelah kebutuhan fisiologisl dan rasa aman terpenuhi, kebutuhan untuk  rasa memiliki (cinta) menjadi penting. Kebutuhan ini melibatkan memiliki hubungan dengan orang lain, memiliki kelompok, dan memiliki teman dekat dan kenalan. Rasa memiliki dicapai melalui pernikahan, komitmen pribadi, kelompok relawan, klub,  ke gereja dan mesjid, dan sejenisnya (Schunk,2009)
Kebutuhan harga diri terdiri dari dalam diri sendiri dan dihargai orang lain. kebutuhan ini tampak dalam keinginan untuk berprestasi tinggi, kepercayaan diri, kemampuan kerja dan pengakuan dari orang lain (Schunk,2009)
Empat kebutuhan yang telah disebutkan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi manusia. Manusia akan terus berusaha dan berjuang untuk memenuhinya kalau terjadi kekurangan. Hal ini seperti yang dikatakan oleh oleh Maslow (1968) sebagai  deprivation needs.
“…………kurangnya kepuasan akan empat kebutuhan ini akan memotivasi orang untuk memuaskan mereka. Kekurangan parah atau berkepanjangan dapat menyebabkan masalah mental  (Schunk,2009)
Selanjutnya Maslow (1970) mengatakan bahwa tingkat tertinggi adalah aktualisasi diri, atau pemenuhan diri. Perilaku dalam hal ini tidak digerakkan atau dimotivasi oleh kekurangan melainkan keinginan seseorang untuk mengembangkan diri dan kebutuhan untuk menjadi lebih mampu dalam segala hal (Schunk,2009)
Motif yang kuat untuk mencapai prestasi di sekolah atau di  luar sekolah merupakan manifestasi dari aktualisasi diri. Tidak begitu banyak orang yang sampai pada tingkat kebutuhan ini. Secara umum manusia  berkeinginan untuk memperoleh pendidikan karena manusia ingin mengaktualisasikan dirinya. Lembaga pendidikan bertujuan agar seseorang mempunyai wadah untuk berusaha memenuhi kebutuhan aktualisasi diri. Namun tujuan ini belum selamanya tercapai, seperti apa yang dikatakan Gobe (1970) :
Meskipun kebanyakan orang melampaui deprivation needsdan berusaha ke arah aktualisasi diri beberapa orang pernah sepenuhnya mencapai tingkat tersebut -mungkin 1% dari populasi(Schunk,2009)
Aktualisasi diri dapat diwujudkan dalam berbagai cara. Spesifikasi  dari yang kebutuhan tersebut tentunya akan sangat beragam dari setiap orang. Pada satu orang mungkin berkeinginan untuk menjadi ibu yang ideal, orang lain mungkin ingin tubuhnya dinyatakan atletis, dan lain-lain. Pada tingkat ini, terlihat banyak perbedaan dari individu (Maslow, 1970). Ketika orang yang memiliki “aktualisasi diri” berusaha untuk memecahkan masalah penting, mereka terlihat berperanan dan mendedikasikan upaya mereka untuk memecahkan masalah tersebut. Mereka juga menunjukan minat yang besar dalam sarana untuk mencapai tujuan mereka. Hasil akhir (meluruskan yang salah atau memecahkan masalah) adalah sama pentingnya sebagai sarana untuk akhir (pekerjaan sebenarnya dimana mereka terlibat) (Schunk,2009)
C. APLIKASI THEORI MASLOW  DALAM BIDANG PENDIDIKAN
Implikasi dari teori Maslow dalam dunia pendidikan sangat  penting. Dalam proses belajar-mengajar misalnya, guru mestinya  memperhatikan teori ini. Apabila guru menemukan kesulitan  untuk memahami mengapa anak-anak tertentu tidak mengerjakan  pekerjaan rumah, mengapa anak tidak dapat tenang di dalam kelas,  atau bahkan mengapa anak-anak tidak memiliki motivasi untuk  belajar.
Menurut Maslow, guru tidak bisa menyalahkan anak atas  kejadian ini secara langsung, sebelum memahami barangkali ada  proses tidak terpenuhinya kebutuhan anak yang berada di bawah  kebutuhan untuk tahu dan mengerti. Bisa jadi anak-anak tersebut belum atau tidak melakukan makan pagi yang cukup, semalam tidak  tidur dengan nyenyak, atau ada masalah pribadi / keluarga yang  membuatnya cemas dan takut, dan lain-lain.
Hierarki  kebutuhan Maslow dapat membantu guru memahami siswa dan menciptakan lingkungan untuk meningkatkan pembelajaran. Adalah  tidak realistis untuk mengharapkan siswa untuk menunjukkan minat dalam kegiatan kelas jika mereka kekurangan kebutuhan fisiologis atau rasa aman. Anak-anak yang datang ke sekolah tanpa sarapan dan yang tidak memiliki uang untuk makan siang tidak bisa fokus dengan baik pada tugas/pembelajaran di kelas. Guru dapat bekerja sama dengan konselor, kepala sekolah dan pekerja sosial untuk membantu keluarga mereka atau mengusulkan anak-anak untuk disetujui masuk program makan gratis atau pengurangan biaya sekolah. (Schunk,2009)
Beberapa siswa akan mengalami kesulitan mengerjakan tugas dengan gangguan di dekatnya (misalnya, gerakan dan kebisingan). Guru dapat bertemu dengan orang tua untuk menilai apakah kondisi rumah mereka mengganggu aktifitas belajar. Gangguan di rumah dapat mengakibatkan keinginan untuk lebih aman dalam belajar tidak terpenuhi.  Guru dapat mendorong orang tua agar menyediakan lingkungan rumah yang menguntungkan untuk belajar, memastikan tidak ada gangguan di kelas dan mengajar siswa keterampilan untuk mengatasi gangguan-gangguan tersebut (misalnya, bagaimana untuk berkonsentrasi dan memperhatikan kegiatan kegiatan akademik) (Schunk,2009)
Beberapa sekolah tinggi memiliki masalah dengan kekerasan dan tekanan yang berhubungan dengan perilaku geng. Jika siswa takut bahwa mungkin secara fisik mereka dirugikan atau sering harus berurusan dengan tekanan untuk bergabung dengan geng, berkonsentrasi pada tugas akademik,  mungkin guru atau administrator mempertimbangkan bekerjasama dengan siswa, orang tua, lembaga masyarakat dan aparat penegak hukum untuk mengembangkan strategi yang efektif untuk menghilangkan masalah keamanan. Isu-isu ini harus diatasi untuk membuat atmosphire yang kondusif untuk belajar. Guru harus menyediakan kegiatan yang dapat siswa selesaikan dengan sukses. (Schunk,2009).
Berikut banyak sekali hal-hal yang merupakan beberapa aplikasi dari teori-teori Maslow dalam proses pembelajaran,.
1.               Open Education atau Pendidikan Terbuka
Pendidikan Terbuka adalah proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada murid untuk bergerak secara bebas di sekitar kelas dan memilih aktivitas belajar mereka sendiri. Guru hanya berperan sebagai pembimbing. Ciri utama dari proses ini adalah murid bekerja secara individual atau dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam proses ini mensyaratkan adanya pusat-pusat belajar atau pusat-pusat kegiatan di dalam kelas yang memungkinkan murid mengeksplorasi bidang-bidang pelajaran, topik-topik, ketrampilan- ketrampilan atau minat-minat tertentu. Pusat ini dapat memberikan  petunjuk untuk mempelajari suatu topik tanpa hadirnya guru dan  dapat mencatat partisipasi dan kemajuan murid untuk nantinya dibicarakan dengan guru (Rumini, 1993). Adapun kriteria yang disyaratkan dengan model ini adalah sebagai berikut :
a.      Tersedia fasilitas yang memudahkan proses belajar, artinya berbagai macam bahan yang diperlukan untuk belajar harus  ada. Murid tidak dilarang untuk bergerak secara bebas di ruang kelas, tidak dilarang bicara, tidak ada pengelompokan atas dasar  tingkat kecerdasan.
b.      Adanya suasana penuh kasih sayang, hangat, hormat dan terbuka. Guru menangani masalah-masalah perilaku dengan jalan berkomunikasi secara pribadi dengan murid yang bersangkutan,  tanpa melibatkan kelompok.
c.      Adanya kesempatan bagi guru dan murid untuk bersama- sama mendiagnosis peristiwa-peristiwa belajar, artinya murid  memeriksa pekerjaan mereka sendiri, guru mengamati dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
d.      Pengajaran yang bersifat individual, sehingga tidak ada tes ataupun buku kerja
e.      Guru mempersepsi dengan cara mengamati setiap proses yang dilalui murid dan membuat catatan dan penilaian secara individual, hanya sedikit sekali diadakan tes formal.
f.        Adanya kesempatan untuk pertumbuhan professional bagi guru, dalam arti guru boleh menggunakan bantuan orang lain termasuk           rekan sekerjanya.
g.      Suasana kelas yang hangat dan ramah sehingga mendukung proses belajar yang membuat murid nyaman dalam melakukan  sesuatu.
Perlu untuk diketahui, bahwa penelitian tentang efektivitas model ini menunjukkan adanya perbedaan dengan proses pendidikan tradisional dalam hal kreativitas, dorongan berprestasi, kebebasan dan hasil-hasil yang bersifat afektif secara lebih baik. Akan tetapi dari segi pencapaian prestasi belajar akademik, pengajaran tradisional lebih berhasil dibandingkan poses pendidikan terbuka ini.
2.               Cooperative Learning  atau Belajar Kooperatif
Belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan berprestasi murid. Dalam prakteknya, belajar kooperatif memiliki tiga karakteristik :
a.      Murid bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-6 orang anggota), dan komposisi ini tetap selama beberapa minggu.
b.      Murid didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik dan melakukannya secara berkelompok.
c.      Murid diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.
3.       Collaborative Learning  (Pembelajaran Kolaboratif)
Prinsip dari Pembelajaran Kolaboratif adalah bahwa pembelajaran merupakan proses yang aktif. Mahasiswa mengasimilasi informasi dan menghubungkannya dengan pengetahuan baru melalui kerangka acuan pengetahuan sebelumnya. Pembelajaran memerlukan suatu tantangan yang akan membuka wawasan para mahasiswa untuk secara aktif berinteraksi dengan temannya. Di sini mahasiswa akan mendapatkan keuntungan lebih jika mereka saling berbagi
Pembelajaran terjadi dalam lingkungan sosial yang memungkinkan terjadinya komunikasi dan saling bertukar informasi, yang akan memudahkan mahasiswa menciptakan kerangka pemikiran dan pemaknaan terhadap hal yang dipelajari. Mahasiswa ditantang baik secara sosial maupun emosional ketika menghadapi
perbedaan perspektif dan memerlukan suatu kemampuan untuk dapat mempertahankan ide-idenya. Dengan demikian melalui proses ini mahasiswa belajar menciptakan keunikan kerangka konseptual masing-masing dan secara aktif terlibat dalam proses membentuk pengetahuan. Perkuliahan Mata Kuliah Teori dan Psikologi Belajar yang telah dilakukan selama ini sebagian menggunakan prinsip ini. Adapun prosedur pembelajaran kolaboratif adalah sebagai berikut :
  1. Dosen menjelaskan topik yang akan dipelajari
  2. Dosen membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil yang  terdiri dari 5 orang
  3. Dosen membagi lembar kasus yang terkait dengan topik dipelajari
  4. Mahasiswa diminta membaca kasus dan mengerjakan tugas yang terkait dengan persepsi dan solusi terhadap kasus
  5. Mahasiswa diminta mendiskusikan hasil pekerjaannya dalam  kelompok kecil masing-masing dan mendiskusikan kesepakatan kelompok
  6. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi  kelompoknya dalam kelas dan meminta kelompok lain untuk m emberikan tanggapan
4.       Competitive Learning  (Pembelajaran Kompetitif)
Prinsip pembelajaran ini adalah memfasilitasi mahasiswa saling
berkompetisi dengan temannya untuk mencapai hasil terbaik.
 Kompetisi dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Kompetisi individual berarti mahasiswa berkompetisi dengan dirinya sendiri dibandingkan dengan pencapaian prestasi sebelumnya. Kompetisi kelompok dilakukan dengan membangun kerjasama. Prosedur proses pembelajaran kompetitif adalah sebagai berikut  : -   Dosen menjelaskan tujuan pembelajaran
a.      Dosen membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil dengan jumlah     anggota 5 - 7 orang
b.      Dosen menjelaskan prosedur tugas yang akan dikompetisikan dan standar penilaiannya
c.      Dosen memfasilitasi kelompok untuk dapat mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya
d.      Masing-masing kelompok menunjukkan kinerjanya
e.      Dosen memberikan penilaian terhadap kinerja kelompok berdasar standar kinerja yang telah disepakati
5.       Case Based Learning  (Pembelajaran Berdasar Kasus)
Prinsip dasar dari metode ini adalah memfasilitasi mahasiswa untuk menguasai konsep dan menerapkannya dalam praktek nyata. Dalam hal ini analisis kasus yang dikuasai tidak hanya berdasarkan common sense  melainkan dengan bekal materi yang telah dipelajari. Pada akhirnya metode ini memfasilitasi mahasiswa untuk berkomunikasi dan berargumentasi terhadap analisis suatu kasus. Prosedur yang dilakukan dalam metode ini adalah :
a.      Dosen menjelaskan tujuan pembelajaran dan metode yang akan digunakan
b.      Dosen meminta mahasiswa mempelajari konsep dasar berkaitan  dengan tujuan pembelajaran, dengan cara membaca buku teks yang membahas materi tersebut.
c.      Dosen membagikan lembar kasus yang telah dipersiapkandimana kasus ini haruslah relevan dengan tujuan dan materi  pembelajaran
d.              Dosen membagikan lembar pertanyaan yang harus dijawab oleh mahasiswa berkaitan dengan pembahasan kasus tersebut.  Pertanyaan harus disusun sedemikian rupa sehingga menjadi panduan mahasiswa untuk dapat menganalisis kasus berdasarkan
DAFTAR PUSTAKA
Afiatin. 2007. Strategi Pembelajaran dengan Paradigma Student Centered Learning (makalah dalam Lokakarya Peningkatan Pembelajaran melalui SCL, FPISB UII, Yogyakarta, 4 April 2007).
Harsono, 2007. Student Centered Learning (makalah dalam Lokakarya Peningkatan Pembelajaran melalui SCL, FPISB UII, Yogyakarta, 4 April 2007).
Rumini, S. dkk. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta
Walgito, B. 2000. Peran Psikologi di Indonesia (Kumpulan Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Psikologi UGM). Yogyakarta: Yayasan Pembina Fakultas Psikologi UGM.
 Dale. H. Schunk. 2009. Learning Theories : An Educational Perpective. Fifth Edition. Pearson International Edition.
Baihagi, MIF. 2008. Psikologi Pertumbuhan : Kepribadian Sehat Untuk Mengembangkan Optimisme. Bandung : Rosda
http://www.learning-theories.com/ akses, 20 Nopember 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar